Semarak Tahun Baru Islam 1 Muharram senantiasa menghadirkan semangat baru. Kegembiraan generasi baru. Hikmah kejayaan berhijrah. Juga harapan akan kebangkitan kembali.
Cahaya kegembiraan dari pawai obor sejauh 2 kilometer, hasil kolaborasi indah pelajar dan santri, menandai Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 Hijriah di Sidrap. Serupa, kirab Muharram berlangsung semarak di Solo.
Di berbagai sudut penting kota metropolitan Jakarta, suasana semarak kian membuncah saat ondel-ondel dan musik tradisional Betawi mengiringi pawai obor. Alunan musik Gambang Kromo yang menyatu dengan suara drumband dan marawisan, diperkaya warna-warni kembang api silih berganti, menciptakan harmoni indah nan syahdu di malam Tahun Baru Islam 1444 Hijriah.
Di Istana Sultan di Istanbul, Turki, perayaan Tahun Baru Islam punya keseruannya sendiri. Selain doa bersama, dan pembacaan puisi terkait peristiwa penting di bulan Muharram, para pejabat istana juga membagikan koin emas dan perak kepada masyarakat yang berkumpul. Koin-koin itu dicetak khusus dengan tulisan “Muharremiyelik” dan “Semoga Diberi Kelimpahan Tahun Ini”.
Substansi perayaan Tahun Baru Islam, seperti tersirat di cahaya obor dan koin Muharremiyelik itu, adalah masadepan berkelimpahan kegembiraan, harapan, dan kejayaan.
Kalender Hijriah, yang didasari oleh kejayaan berhijrah dan tersusun dalam tempo singkat, merupakan penanda awal tak sederhana dalam bentangan panjang kejayaan peradaban Islam.
Sistem penanggalan membutuhkan nalar matematika sekaligus imajinasi astronomi yang tak mudah, memang. Hisab salah satu buah lezat matematisnya. Namun ada yang rumit di balik itu, sebagaimana rumitnya sistem tumbuhan yang memungkinkan hadirnya buah, yaitu pilinan imajinasi astronomis hingga terpantik ide awal penyusunan kalender. Karena itu, kalender menjadi penanda penting atas capaian peradaban cerdas manusia.
Yang tertua kalender Yahudi, disebut Sedar Olam. Yang paling lama digunakan, menurut legenda berkembang sejak 3.000 tahun sebelum Masehi, adalah Kalender Imlek Tionghoa. Kalender Saka dari India dimulai tahun 78 Masehi. Kalender Jawa merupakan adaptasi dari penanggalan Saka, berlaku sejak tahun 1625 Masehi berdasarkan dekrit Sultan Agung. Yang luas dikenal di negara kita adalah Kalender Masehi dan Kalender Hijriah.
Perubahan Kalender
Menariknya, belasan sistem penanggalan dan kalender yang dikenal umat manusia itu, yang masing-masing dibangun dengan mekanisme penghitungan berbeda satu sama lain, tidak benar-benar utuh selesai. Ada yang memudar, ada yang berobah, ada yang berbeda.
Kalender Masehi atau Kalender Romawi, misalnya, yang merujuk pada tahun kelahiran Nabi Isa al-Masih, sudah mengalami dua kali perobahan serius.
Pertama, atas saran astronom Sosigenes dari Alexandria, Julius Caesar mengubah jumlah hari dalam setiap bulan untuk memasukkan perhitungan tahun kabisat. Kalender Julian berlaku sejak 47 SM sampai Kamis-4 Oktober 1582 M.
Perobahan kedua, Paus Gregorius XIII mengubah Kalender Julian dengan menetapkan bahwa tanggal setelah Kamis-4 Oktober 1582 M adalah Jumat-15 Oktober 1582 M. Artinya, tidak ada tanggal 5-14 Oktober 1582 M. Dengan kata lain, ada 10 hari yang harus dianggap tidak ada. Ini menarik sekaligus menggelitik. Kalender Gregorian berlaku sejak 15 Oktober 1582 M.
Kalender Hijriah atau Kalender Islam tidak mengalami perobahan-perobahan sedemikian serius dalam sistem penanggalan ataupun almanaknya, seperti yang dialami Kalender Masehi.
Yang ada adalah perbedaan dalam penetapan tanggal tertentu. Itupun tidak selalu, tidak permanen, dan pada hari raya tertentu saja. Berbedanya pun bukan dalam metode pengamatan (ru’yat) ataupun penghitungan (hisab), tetapi berlokus pada perbedaan kriteria tinggi bulan di atas ufuk.
Oleh karena itu, dalam merayakan Tahun Baru Islam 1444 H, misalnya, hampir tidak ada yang tertarik membahas dan membahasakan perbedaan tanggal 1 Muharram. Kalaupun ada, terbarter dengan canda.
Hijrah
Kenapa demikian? Coba simak perayaan Tahun Baru Islam di sekitar kita, dari tahun ke tahun. Apa yang selalu menarik, adalah pusaran peristiwa yang mempondasi kokoh Kalender Islam : hijrah.
Di situ, di hijrah itu, ada pesan tentang ketabahan. Tentang keteguhan yang tak pernah luruh. Tentang risalah yang harus dijaga. Ada pesan tentang kolaborasi berjatidiri. Tentang arah dan muara bersama. Tentang kebersamaan yang jangan pernah lelah. Ada pesan tentang tekad penuh harapan. Tentang jangan biarkan keyakinan membiru dalam bisu.
Di situ ada keteladanan penuh ghirah dan gairah tentang kejayaan berhijrah. Hijrah pada lini apapun, jaya pada level manapun. Hijrah ekonomi pada level keluarga sampai negara. Hijrah di lini politik, pendidikan, spiritualitas, kesehatan, hingga yang bersifat lintas teritorial.
Fakta afirmatifnya, Rasulullah Muhammad SAW tidak saja menghijrahkan tanah tandus warisan Sitti Hajar dan Nabi Ismail, Makkah al-Mukarramah, menjadi destinasi dunia yang paling banyak dirindukan umat manusia modern, namun juga menghijrahkan banyak bangsa dan jazirah ke puncak peradabannya.
Alhambra di Andalusia, salah satu penanda puncak peradaban Islam di Eropa, memendam berlaksa cerita tentang kejayaan berhijrah itu. Tentang pentingnya hijrah menuju kejayaan, bahkan juga tentang kepedihan sejarah akibat hijrah terlalaikan.
Dibangun di atas Bukit Al-Sabika dengan pemandangan kota Granada terhampar luas di bawahnya, istana dan benteng Alhambra seluas 14 hektar itu masih berdiri megah hingga kini. Pahatan kaligrafi mewah masih melekat indah di dinding hingga langit-langit Alhambra, meski ada bagian yang terkoyak oleh dendam kesumat dan muslihat.
Untuk menyaksikan dan merenungi semua itu, saya ajak istri dan anak-anak ke Alhambra akhir 2021 lalu. Bukan untuk mereka meratapi jejak koyakan dari kesumat dan muslihat itu. Melainkan untuk menyadari betapa gerbang zaman kejayaan telah kembali terbuka, dan tinggal menunggu sentuhan hijrah berghirah dari generasi mereka.
Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 Hijriah. Semoga menjadi gerbang itu, aamiin.
Oleh : AM Iqbal Parewangi
Ketua Majelis Istiqamah ICMI Muda Indonesia
Ketua Badan Kerjasama Parlemen DPD RI 2014-2019
Ketua Pengurus Pusat Keluarga Alumni UGM (KAGAMA) 2005-2009
CEO eLearning Platform GenCendekia